Selasa, 12 September 2017

Waspadai Penularan Hepatitis C Melalui Cuci Darah

Pengobatan penyakit ginjal kronis adalah hemodialisis atau dialisis. Namun, hemodialisis dapat menyebabkan penularan virus hepatitis C

Menurut Dr Rino Alvani Gani, Sp.PD-KGEH, diperkirakan bahwa sekitar 30-60 persen pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK) terinfeksi virus hepatitis.

"Di negara maju seperti Jepang, kasusnya hanya 1-5 persen melalui hemodialisis, tapi di Indonesia jumlahnya sangat besar," kata Rino dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.

Tingkat keparahan penyakit dan kualitas hidup pasien dengan CKD yang terinfeksi hepatitis C umumnya jauh lebih buruk daripada mereka yang hanya menderita CKD saja. Harapan hidup juga rendah.

Hepatitis C ditularkan melalui kontak darah dan cairan tubuh. Untuk mengurangi risiko penularan pada pasien yang menjalani dialisis, Rino merekomendasikan terapi dialisis di satu tempat.

"Tempat dialisis Jangan bergerak, dan penyedia layanan hemodialisis harus menggunakan peralatan sekali pakai," kata hepatologi yang saat ini ketua Komite Ahli Hepatitis Kementerian Kesehatan.

Pengobatan pengobatan hepatitis C pada pasien PGK menurutnya sangat dianjurkan agar penderita dapat menjalani transplantasi ginjal.

Kemajuan pengobatan hepatitis C saat ini juga dapat digunakan untuk mengobati pasien yang memiliki CKD virus ini. Salah satu kemajuan terapi hepatitis C adalah penemuan obat-obatan DAA (Direct-Acting Antiviral) seperti sofosbuvir.

Dengan obat tersebut, angka kesembuhannya mencapai 90-98 persen. Pengobatannya lebih nyaman untuk pasien karena sudah cukup minum, tanpa suntikan.

Namun, obat sofosbuvir tidak bisa diberikan pada pasien PGK karena obat tersebut disekresikan di ginjal. "Pemberian obat ini bisa memperburuk kondisi ginjal Anda yang sudah bermasalah," kata Rino.

Obat-obatan golongan AAD baru yang aman untuk pasien PGK adalah kombinasi dari Grazoprevir dan Elbasvir. Obat ini disekresikan di hati sehingga aman untuk ginjal dan memberikan keefektifan obat DAA lainnya.

Menurut Rino, obat ini diharapkan bisa diakses pasien sampai akhir 2017.

Dengan tersedianya obat untuk penderita hepatitis CKD, diharapkan tujuan eliminasi hepatitis pada tahun 2030 tercapai.

"Tidak mungkin menghilangkan semua jenis hepatitis pada nol persen, namun tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah pasien sebanyak mungkin, sehingga biaya kesehatan sehat itu aku bisa berkurang," katanya.

Selain pengobatan, deteksi dini dan program promosi kesehatan yang berkaitan dengan hepatitis juga harus menjadi prioritas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar